05 Maret 2004

Layla majnun

"Only man can know the pain of having something he does not need, while needing something he does not have"

qoute pembuka dari bab pertama "Laila Majnun", sebuah roman percintaan karya Nizami -- seorang sufi persia -- yang ditulis sekitar tahun 1188 M.

Roman ini juga yang bikin saya penasaran paling tidak selama 5 tahun terakhir ini. "kayak apa seh cerita aslinya?" Kisah Laila Majnun pertama kali saya dengar saat diskusi kajian masalah sufi di SKAU, mesjid Salman ITB dan juga di salah satu selebaran bulletin dakwah beberapa bulan kemudian. Saya sadari, laila majnun sebuah kisah yang sangat populer selama seribu tahun terakhir ini. Selama ini saya cuma denger kisah ini berupa ringkasan ceritanya saja, sampai
akhirnya kemarin saya dapetin bukunya di Gramedia MTA. Temen saya yang ngasih tau kalo buku ini sudah terbit di toko buku-toko buku kesayangan anda ^_^

Laila Majnun adalah kisah epik romantis dari cerita rakyat arab yang telah melegenda. Diduga tokoh ceritanya memang benar-benar pernah hidup sekitar abad ke-7 Masehi. Laila Majnun adalah sebuah kisah cinta tragis yang berakhir kematian bagaikan kisah Romeo dan Juliet dalam roman cinta eropa.

Tersebutlah seorang pemuda penyair bernama Qais yang tergila-gila oleh seorang gadis bernama Laila. Kecintaan terhadap Laila membuat Qais benar-benar menjadi "gila" sehingga dijuluki "si majnun" (majnun adalah kata dalam bahasa arab yang artinya adalah gila). karena kegilaan ini si majnun justru tidak bisa menikah dengan laila. Laila akhirnya menikah dengan ibnu salam, seorang pemuda yang sangat penyabar. Laila mencintai majnun, namun ia tidak kuasa menolak lamaran ibnu salam yang memang sangat baik. Laila tidak pernah mencintai suaminya, sementara majnun dengan kegilaannya menjadi penyair yang kemana-mana meneriakkan perasaan cintanya kepada Laila.

Layla Majnun

Cinta yang akhirnya tidak terwujud dalam ikatan suci pernikahan memang menyedihkan, tapi lebih meyedihkan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Walau bagaimanapun, lebih baik mengetahui orang yang kita cintai juga mencintai kita walau situasi tidak memungkinkan untuk saling mencurahkan perasaan cinta. Bukankah ada pepatah yang mengatakan bahwa cinta tidak harus saling memiliki?. Betapa pedihnya mengetahui bahwa orang yang kita cintai ternyata sama sekali tidak peduli dengan perasaan cinta kita kepadanya. Namun lebih menyakitkan adalah mengetahui bahwa ternyata terjadi penghianatan terhadap cinta yang kita berikan.

Kisah laila majnun mengingatkan cinta yang saya alami. btw, ceritanya ga sama, ga mirip sama sekali. tapi yang namanya cinta, (seharusnya) dalam domain apa pun tetap sama maknanya. Beberapa kali saya iseng bertanya ke beberapa teman, baik ce atau co: "apa itu cinta?" Jawaban
sangat variatif, "cinta itu pengorbanan"; "cinta itu rasa sayang"; "cinta itu nafsu" terus terang jawaban yang terakhir itu mengagetkan saya (lebih mengagetkan karena definisi ini di setujui oleh seseorang yang sangat "dekat"). nafsu? maksudnya sex?

Saya sendiri tertarik oleh kata-kata Al-Halaj (ini bukan dari buku Laila Majnun): "cinta pada awalnya terbakar dan berakhir dengan kematian" Definisi yang cocok untuk majnun yang hatinya benar-benar terbakar oleh api cinta-nya kepada laila yang sampai-sampai menyebabkan kematiannya.

Oh, majnun sebagai contoh memang terlalu ekstrim. Sebagian orang pasti tidak sependapat, untuk apa cinta kalau harus mati? hendaknya dengan rasa cinta, marilah kita jalani hidup dengan wajar dan bahagia. Dan majnun adalah orang bodoh dan gila yang menghancurkan dirinya. Tapi kalau kalian belum pernah terbakar oleh cinta, tidak akan pernah mengerti.

Ada kutipan dari Buku Laila Majnun yang paling saya suka:
"..Demi satu hal yang sangat di idamkan hatinya namun tidak dimilikinya, ia mengabaikan segala kenikmatan yang telah di anugerahkan Tuhan kepadanya. Namun bukankah demikian sifat manusia? ketika keinginan-keinginan kita tidak juga terpenuhi dan doa-doa yang selalu kita panjatkan tidak kunjung dikabulkan Tuhan, apa pernah kita berpikir bahwa itu semua Dia lakukan demi kebaikan kita Kita selalu merasa yakin bahwa kita mengetahui apa yang kita butuhkan. Tapi kebutuhan sering kali keliru dengan keinginan, dan hal-hal yang kita inginkan -- tapi tidak kita butuhkan -- kadang merupakan penyebab dari kejatuhan kita. Tentu saja, jika kita dapat melihat apa yang disimpan untuk masa depan kita, kita tidak akan pernah salah dalam mengajukkan sebuah keinginan. Tapi masa depan adalah hal yang tersebunyi dari pandangan kita; benang takdir seseorang terbentang jauh melebihi dunia kasat mata, kita tidak dapat melihat ke mana ia akan berujung. Siapakah yang dapat mengetahui bahwa kenikmatan pada hari ini dapat membawa kesengsaraan di esok hari, atau kesengsaraan pada hari ini akan membuahkan kenikmatan di hari esok?"

----
"Pernahkah kau jatuh cinta?
Cinta yang begitu hebatnya sehingga kau sangka kau akan mati karenanya?"
----"Lawful Drug" vol.1