Ada seorang siswa SMA menulis uneg-uneg dan caci maki kepada gurunya dengan bahasa yang kasar didalam blognya. Dan kebetulan blognya tersebut dibaca oleh guru-guru, alhasil murid tersebut di ciduk dari kelasnya pada saat itu juga untuk diberikan "wejangan". Ini kisah nyata dari salah satu siswa di SMA almamater saya.
Mungkin zaman sekarang cerita diatas bukanlah hal aneh. Ketika saya membaca testimoni dalam profil friendster sma saya, saya sedikit mengerenyitkan dahi membaca beberapa testimoni yang kasar mencaci maki guru-guru. Ada guru yang di katain gay lah, munafik, berkepala ular. Wah... apa guru-guru itu begitu dibenci sampai sekasar itu bahasanya. Well... SMA saya memang agak unik. Gurunya yang galak dan bengis itu tradisi sudah dari sejak puluhan tahun lalu. kalau ketemu sama alumni dari angkatan lain, pastilah pembahasan yang menarik adalah "pak anu masih galak ga? Bu itu masih bawel ga?" dan kisah lain seputar murid-murid yang pernah jadi korban
Beberapa bulan lalu saya berkunjung ke SMA saya. ngobrol-ngobrol dengan guru-guru tiba-tiba kepala sekolah masuk dan saya diperkenalkan dengan pak kepsek "Ini alumni" kata wali kelas saya. "Dulu murid saya" tambah beliau. Tidak saya sangka beberapa guru lain ikut nyeletuk "Murid saya juga tuh pak..." "Iya... saya dulu juga gurunya pak". "saya juga pak...". Saya surprise ternyata guru-guru saya bangga terhadap saya (dan ternyata masih banyak yang ingat) padahal sudah hampir 13 tahun yang lalu saya lulus dari sana. Di lain waktu (beberapa bulan yang lalu juga) istri saya ngobrol-ngobrol salah satu guru saya dan berkomentar "ngomong-ngomong suami kamu dulu tuh murid favorit saya". Ooo yah?
Kembali kemasa lalu, Saya boleh dibilang bukan murid manis teladan (tapi juga bukan biang kerok loo) Beberapa kali kena razia rambut panjang, kabur pas jam pelajaran, Di omelin di ruang guru (bahkan pernah satu jam pelajaran didedikasikan khusus untuk ngomelin saya di ruang kelas) Prestasi saya pun biasa saja, paling top cuma ranking 9 (pernah juga masuk rangking 30-an). Di setrap? biasa koq, tapi biasanya berjamaah. Guru yang bilang saya adalah "murid favoritnya" dulu pernah memberi saya nilai NOL! dan beberapa kali nilai dibawah lima (benar-benar membuat saya cemas akan masa depan saya). Mengagetkan kalau ternyata beliau menyukai saya ;)
Ya, kalau di ingat-ingat memang banyak kenangan tidak mengenakkan. Beberapa kali saya merasa perlakuan yang saya alami sangatlah tidak adil. Namun seiring berjalan waktu, saya menyadari yang dilakukan oleh guru bukan semata masalah pribadi. Mereka melakukan apa yang (menurut mereka) harus dilakukan oleh seorang guru. Jadi kalau saya ditanya apakah dulu guru-guru saya ini arogan? saya akan jawab Ya! Namun Pada akhirnya saya menyadari dalam beberapa hal (tidak semua) tindakan mereka ada benarnya. Bisa jadi kalau bukan karena didikan yang "keras", belum tentu saya menjadi diri saya yang sekarang. Dan kenyataannya mereka tidak membenci murid-nya koq. Hal ini yang masih belum di pahami oleh murid-murid (atau alumni) yang masih ABG. Disisi lain hendaknya hal ini menjadi masukan bagi guru kami tercinta, apa arogansi masih menjadi pendekatan yang cocok untuk anak usia SMA di jaman sekarang?
5 komentar:
wakakak..jadi inget temenku. Gak masuk sekolah gara2 gurunya killer. Trus dia cerita ke Ibunya kalo gurunya itu killer, eh ternyata Ibunya cerita ke gurunya. Dimarahi abis2an deh besoknya. hehehe..
Saling menyadari lah antara murid dan guru. Murid harus hormat ama guru, guru juga jangan merasa berkuasa dan ingin menang sendiri.
Yah, begitulah.... Kalau guru sudah tak dihormati, akhirnya ilmupun enggan berkunjung. Jadilah bodo selamanya... :(
mungkin tergantung sekolahnya juga. kayaknya guru sekolah favorit cenderung galak mungkin karena guru2 itu tetep mau menjaga reputasi sekolah. Gua pikir kalo ada guru yg bisa bikin anak didikannya 'jadi' dengan cara yang tidak galak/menyenangkan, waah, asik banget. Tapi ada cerita nih, ponakan gua anak smp di gencet seniornya (ponakan gua termasuk yang cakep kali..) Dia cerita sama ibunya. Trus ibunya ngomong sama wali kelasnya, minta bantuan karena anaknya jadi takut masuk sekolah kan. Gua heran, emang guru bisa di curhatin begitu ya?? tapi ternyata memang bisa, berarti mungkin guru jaman skrg udah gak kaya guru2 dulu lagi, yang rasanya gapnya jauh banget antara guru dan murid. Eh, nggak tau juga dink kalo sama murid favorit, kali dari jaman dulu juga bisa deket.. gua mah ngga... :~(
murid mesti menghormati guru, dan guru pun mesti menghargai murid.
itu kuncinya ;-)
tapi, memang, ada juga guru2 yg tidak menghargai murid (ataupun 'bekas' muridnya) :(
Suatu hari saya sempat ngobrol ngalor ngidul dengan rekan sejawat tapi beda profesi. Dia seorang Supervisor di Perusahaan BUMN Penjual Pupuk. Dari obrolan ringan, berlanjut menjadi obrolan sedikit serius seputar honor yang kami terima,
“Denger-denger kamu ngajar ya, Di?” Tanya Haris membuka obrolan.
“Iya, nih! Cuma ngajar 12 jam per minggu doang kok!” Jawabku agak seret.
“Mayan dong, sebulan bisa 48 jam dikali berapa? Rp.15K,-? Jadi Rp.720K ya?” Kata temenku menganalisa.
“Ngawur kamu!! Kalo gitu itungannya, enak gua Ris!! Gajiku itu cuma RP.180.000,-!!” Kataku menjelaskan. “Tadinya aku pikir begitu, tapi ternyata 12 jam itu itungan sebulan, meski pada kenyataannya kita tiap hari mengerjakan pekerjaan yang tidak ada hubungan dengan profesi kita, tetep aja gajiku segitu…”
“Murah banget! Katanya jadi guru kesejahteraannya udah meningkat?”
“Itu Guru PNS, Ris. Guru Honor mah jadi kuli!! Yah, jangan salahkan kalo guru honor kerjanya setengah hati. Yang PNS aja banyak yang males-malesan. Gimana gak setengah hati Ris? Dia harus ngebut cari objekan lain, termasuk aku. Makanya aku masih mo nerima job ‘kan Ris, meski statusku disebut Guru..” Jelasku panjang lebar.
“Wah, susah juga ya? Tapi kenapa guru honor sepertimu gak langsung ciao aja, cari kerjaan lain kek, apa kek, yang lebih menghargai skill kamu? ” Tanya Haris memancing opini.
“Banyak faktor Ris yang menyebabkan guru atau tenaga honorer lainnya tetep begini. Pertama, mungkin karena gak ada kerjaan lain, kedua, bisa jadi gak punya keahlian lain buat ngobjek, terakhir bisa jadi karena hutang budi karena disekolahkan ke jenjang lebih tinggi..” kataku, “Untuk kasusku, masih mending Ris, aku masih memiliki pekerjaan sampingan, memiliki keahlian yang bisa aku manfaatkan jadi duit, sehingga profesi guru dengan gaji kecilpun tetep aku jabanin..”
“Di, untuk kasusmu mungkin pengecualian, tapi gak semua guru bisa seperti kamu ‘kan?” tanya Haris sambil menyeruput Kopinya.
“Bener Ris, oleh sebab itu jadi guru itu butuh keiklasan. Tapi harga sebuah keiklasan dan pengabdian ternyata murah sekali. Padahal guru itu memiliki tanggungjawab yang sangat besar, dipundak mereka dipikul harapan banyak orang, banyak orang Ris..!! harga yang tak sepadan dengan beban yang harus ditanggung!” Jelasku panjang lebar kembali.
“Kamu udah berapa lama jadi guru honor Di?” Tanya Haris.
“Baru 4 bulan Ris. Mungkin aku gak lama lagi jugs ciao..Mo ngumpulin duit dulu. Entar kalo memang nasibnya jadi guru, pasti jadi guru ‘kan Ris. Tapi guru yang PNS. Minimal ngobjeknya dikurangi kalo dah PNS” Jawabku diplomatis.
“Yang penting, gimana caranya dapur tetap ngebul, ngajar tetep jalan, meski gak optimal. Kalo gitu kapan dung pendidikan kita mo maju kalo begini..?” kata haris seperti bertanya pada diri sendiri.
“Kapan-kapan Ris, kapan-kapan..” Jawabku enteng.
Bisa dijadikan resensi pak? Karena dengan ngeblog, kita jadi tahu bahwa masih banyak, bahkan sangat banyak guru yang tidak dihargai secara proposional, gimana mo profesional.?
Posting Komentar