Secara tidak sengaja saat browsing-browsing, saya menemukan artikel tanggapan oleh prof. Wilardjo, seorang guru besar fisika, atas artikel saya yang kemarin dimuat di harian kompas . tanggapan ini sendiri dimuat di harian kompas pada hari senin 25 November 2002 alias sudah hampir dua bulan yang lalu. Karena saya tidak berlangganan kompas (hanya baca terbitan sabtu dan minggu saja) saya tidak menyadarinya.
Tanggapan dari prof Wilardjo ini (yang saya tangkap) pada intinya adalah mempermasalahkan
"energi dari ketiadaan" Yang secara ilmiah adalah sama sekali Keliru. Dalam artikel yang saya tulis tersebut saya tidak mengatakan bahwa zpe adalah energi dari ketiadaan.
Judul artikel memang di tulis demikian dengan tujuan memancing perhatian pembaca (kalau saya tidak salah, artikel yang saya kirim saya tambahkan tanda "?" pada akhir judul baris yang mungkin tidak terketik oleh editor Kompas). Mungkin ini kesalahan saya yang tidak menyampaikan kesimpulan isi artikel yang mengacu pada judulnya.
-----------------
Tenaga Titik Nol (dimuat di harian kompas senin 25 November 2002)
oleh L Wilardjo*
Pada 8 Oktober 2002 di Hotel Saphir, Yogyakarta, saya memberi pengayaan tentang Materi dan Energi dalam Pelatihan Dosen-dosen Ilmu Kealaman Dasar" (IAD). Pelatihan itu diselenggarakan oleh Ditjen Dikti bagi dosen-dosen PTN dan PTS dari berbagai universitas di Indonesia.
Di antara sekian banyak penanya dan penanggap, ada yang mengkritik bagian dari presentasi saya, dan diskusi yang terjadi kemudian, yang menyinggung zarah-zarah keunsuran (partikel-partikel elementer) seperti elektron, neutrino, kuark, dan sebaginya.
Dalam kritiknya disiratkan bahan tinjauan materi secara makroskopik-fenomenologis, dengan memperkenalkan konsep kelembaman (inersia), tidak perlu. Demikian pula tinjauan materi secara mikroskopik-atomistik, dengan melihat struktur internal dan memperkenalkan unsur-unsur penyusunnya, seperti kuark "tegak" (up), "kalak" (down), "aneh" (strange), "pesona" (charm), "jelita" (beauty) dan "sejati" (truth), dianggap memusingkan kepala saja. Menurut dia, materi cukup ditakrifkan sebagai segala sesuatu yang menempati ruang. Pengertian inilah yang dipahami anak sekolah! Ia juga minta diberi acuan yang mudah (relevant), yang dapat dipakai dalam diskusi di kelas IAD.
Kritik itu ditangkis oleh moderator yang memandu presentasi saya, yakni staf ahli dari Ditjen Dikti. Maka saya tinggal menanggapi permintaan peserta itu. Saya katakan kepadanya, bahwa bahan-bahan tentang iptek, termasuk IAD, yang disajikan secara popular dan dikemas dengan apik dapat dilihat di Kompas dan di Koran Tempo. "Coba hubungi saja Salomo Simanungkalit di Kompas, dan Dian Basuki di Koran Tempo", kata saya.
Tiga hari kemudian di Kompas muncul artikel Noi Irawan tentang ZPE (Zero-Point Energy). Dalam artikel itu disebutkan bahwa ZPE ialah tenaga yang masih ada di kehampaan pada suhu nol mutlak. Juga dilontarkan harapan bahwa suatu waktu kelak ilmuwan akan mampu menyadap ZPE itu dan bahkan menciptakan partikel dari ketiadaan.
Kalau para peserta pelatihan IAD itu mengikuti saran saya dan membaca artikel itu di Kompas, pastilah mereka menjadi bingung. Soalnya, dalam presentasi dan diskusi di Hotel Saphir itu, kami berbicara tentang Asas Kekekalan Tenaga (Prinsip Konservasi Energi) dengan pengertian bahwa ada kesetaraan antara tenaga dan massa. Keduanya dihubungkan oleh rumus Einstein, E = mc2. Saya tekankan pula bahwa creatio ex-nihilo (penciptaan dari ketiadaan) itu suatu kemustahilan dalam sains; hanya Tuhan yang mampu melakukannya.
Seharusnya dijelaskan oleh Noi Irawan, apa yang dimaksudkannya dengan "hampa", "hampa secara fisik", dan "dari ketiadaan". Tentulah itu tidak berarti "tidak ada apa-apanya sama-sekali". Kalau zarah dapat tercipta dari "ketiadaan", pastilah itu bukan ketiadaan sejati. Di situ pastilah masih ada tenaga yang terkandung atau "tersisa", yakni tenaga titik-nol atau ZPE itu.
Pemusnahan zarah-antizarah (anihilasi partikel-antipartikel) senantiasa berbareng dengan munculnya tenaga (energi). Sebaliknya, penciptaan zarah (kreasi partikel) selalu bersamaan dengan lenyapnya tenaga.
Di laboratorium Fisika Tenaga Tinggi, seperti DESY (Deutsche ELektronen Synchrotron) di Hamburg, pembentur proton (proton collider) CERN (Center European des Recherches Nucleaires) di Geneva, atau Fermilab di Chicago, sejumlah zarah keunsuran memang tercipta pada benturan zarah yang sangat dahsyat. Zarah-zarah itu tidak muncul dari ketiadaan, tetapi dari tenaga zarah yang dibenturkan itu. Tenaganya itu sangat tinggi, sebab zarah itu (elektron, atau proton) telah dipercepat. Tenaganya bisa mencapai 20 GeV (giga elektron-volt). Ini "sangat besar", sebab terkonsentrasi dalam zarah yang ukuran "ruji" (radius)nya dalam tingkat fermi. Satu fermi ialah seperkuadriliun meter ("1" pada digit ke-15 di belakang koma desimal). Tetapi, 20 GeV itu kira-kira hanya 2%-nya tenaga gerak seekor nyamuk yang sedang terbang.
Dalam kreasi dan anihilasi pun, seperti dalam peristiwa-peristiwa fisika lainnya, "Asas Kekekalan Tenaga-cum-Massa" harus dipenuhi. Hanya selama tahap interaksi, ketika sistem yang berinteraksi itu masih dalam keadaan maya (virtual state), asas itu dapat dilanggar.
Catatan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menolak adanya ZPE. Tenaga titik-nol memang sudah "well established" dan mantap posisinya dalam khazanah ilmu. Sebelum bukti eksperimental diberikan dalam percobaan Casimir (yang disebutkan Noi Irawan), secara teoretis ZPE itu sudah hadir melalui penggarapan penggetar selaras (harmonic oscillator) secara mekanika kuantum, baik dalam wakilan (representasi) Heisenberg, maupun dalam wakilan Schroedinger.
Bahkan tenaga penggetar selaras yang tercatu (quantized) menurut "rumus" En = (n + 1/2)hf itu telah saya turunkan "tanpa" Mekanika Kuantum, yakni hanya dengan mensyaratkan terjadinya pola gelombang-tegak (standing-wave pattern) di dalam sumur potensial parabolik V = 1/2kx2 = 1/2 mw2x2 yang mengungkung zarah yang bergetar itu! (Proceedings, KPF-01, July 2001).
L Wilardjo, Guru Besar Fisika